MERAWANG - Masa depan bangsa ini tidak lagi berada tangan generasi tua, tapi masa depan bangsa ada di tangan generasi muda.
Tapi alangkah sedihnya bila kuncup kembang bangsa yang diharapkan kelak akan bermekaran dan menuai wangi harum untuk bangsa ini, nyatanya masih banyak yang tidak memperoleh pendidikan yang layak karena tidak mampu, bahkan lagi juga tidak didukung oleh orang tua?.
Namun apa daya karena itulah nyatanya hal ini seperti masih harus ditanggung oleh seorang gadis belia, sebut saja Maunah dan temannya Rohina alias e-eng Warga Desa Jade Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka.
Gadis belia yang ditemui wartawan ini, di kediaman mereka di Desa Jade Kecamatan Merawang, Jumat 9 September 2011.
Gadis Belia tersebut menceritakan, sebetulnya ia sudah menyelesaikan bangku sekolah Madrasah Tsanawiyah(MTs) Pondok Pesantren Sabilul Muhtadin Desa Jade bahrin.
Namun sayang seusai menamatkan bangku sekolah Mts, cita-citanya gadis yang masih ingin melanjutkan sekolah hingga Bangku Madrasah Aliyah(MA)/Sederajat, harus pupus karena orang tuanya tidak mampu lagi membiayai anak ini sekolah.
Maunah mengaku, hampir satu tahun semenjak meninggalkan bangku sekolah, ia jarang keluar rumah dan hatinya iri di sertai rasa sedih apabila melihat sejumlah teman-teman mereka yang lain, masih melanjutkan sekolah, bahkan teman-teman Munah tersebut kini sudah kelas XII (dua belas).
Ketika kawan-kawannya tersebut siap menjemput mimpi mereka, namun Munah tidak demikian karena ia sehari-hari hanya bertugas di dalam rumah, seperti memasak dan membersihkan rumah mereka, ayahnya yang hanya seorang penyadap getah karet dan kakak lelakinya hanya bekerja sebagai burung tambang lepas yang penghasilannya pun hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri, tidak dapat juga berbuat banyak.
Akibat sudah hampir lebih dari 2 tahun tidak sekolah, kini Munah pun mengaku sudah tidak lagi memiliki keoptimisan untuk dapat kembali ke sekolah.
”Kalau dulu saya benar-benar ingin, tapi sekarang rasanya entahlah, apalagi ayah dan kakak-kakak saya juga tidak mendukung saya sekolah lagi, jujur saya sedih, karena kalau saya sekolah paling tidak saya dapat ilmu, kalau tidak sekolah, saya tidak tahu ke depan saya mau jadi apa dan harus ke mana, tapi sekali lagi semua ini harus terjadi, dan saya tidak mampu berbuat banyak, ibu saya sudah meninggal, ayah semakin tua, kakak-kakak masa depannya tanpa kepastian,” ungkap sang bungsu itu lirih.
Munah dan juga temannya Rohina hanyalah merupakan satu cerita dari ribuan anak Indonesia yang mengalami nasib yang sama.
Anak-anak yang beranjak dewasa ini, ketika mereka memilih untuk tidak mau lagi sekolah, mereka pun sebetulnya tidak bisa disalahkan, karena mereka hanyalah korban, korban dari kemiskinan, ditambah lagi dengan minimnya dukungan orang tua, masyarakat dan lingkungan. (cr04)
0 komentar:
Posting Komentar