MENDOBARAT - Bangsa Indonesia akan kembali memperingati hari lahirnya Sumpah Pemuda. Namun masih banyak yang harus mendapat koreksi.
Demikian diungkapkan oleh Kepala Laboratorium Bahasa Sekolah Tinggi Agama Islam STAIN SAS Babel Nasrun Supardi, S.S.M.A saat ditemui Radsul di ruang kerjanya kemarin.
Nasrun Supardi mengatakan, tidak ada lagi orang yang akan bangga pada bangsa Indonesia, selain daripada warga negaranya sendiri, tidak ada orang luar yang menginginkan Negara Indonesia maju, selain berangkat dari cita-cita, usaha dan kerja keras warga negaranya sendiri.
"Begitupun tidak akan ada orang yang mengaku bangga dan cinta kepada Bahasa Indonesia, selain dari orang Indonesia itu sendiri. Kebaikan untuk bangsa ini ada di tangan kita," katanya.
Menyambut hari Sumpah Pemuda dan peringatan hari Bahasa pada tanggal 28 Oktober tahun 2011 nanti, menurut dosen yang akrab disapa Nasrun ini, sudah tidak bisa dipungkiri bahwa Sumpah Pemuda begitu urgen bagi sejarah lahirnya Bangsa Indonesia. Karena adanya Sumpah Pemuda Indonesia lah pluraslisme yang syarat dengan perbedaan-perbedaan, baik adat, istiadat maupun budaya, yang ada di tanah air pada masa itu akhir bisa disatukan.
"Kini bahasa nasional ini, seringkali telah dijadikan sebagai bahasa yang mengkombinasi bahasa-bahasa khususnya bahasa asing, baik arab, maupun inggris dengan bahasa Indonesia, bahkan ini sekarang ini bahas serapan ini sudah dipakai orang Indonesia lebih dari 80 persen," terangnya.
Itu akibat menggeliatnya penggunaan bahasa serapan alias bahasa Indonesia yang di campur-campur, menjadi satu ancaman, orang Indonesia sendiri akan semakin kehilangan makna bahasa baku Indonesia yang baik dan benar katanya.
Ironisnya orang Indonesia sekarang memang senang dengan mempelajari bahasa asing, padahal di satu sisi, jangankan untuk menguasai bahasa orang lain secara fasih dan benar, justru menggunakan bahasa Indonesia saja belum benar.
Untuk menghindari hal ini, menurut Nasrun ada banyak hal yang musti menjadi koreksi untuk eksistensi bahasa Indonesia, mulai dari pemerintah maupun masyarakatnya sendiri.
"Pemerintah khususnya dari Kemendiknas perlu mengkaji kembali program RSBI, yang banyak mengarah kepada sistem pendidikan yang mendiskriminasi, yang didiskriminasi, tidak saja hanya orangtua atau siswa yang tidak mampu, tapi seolah mendewa-dewakan bahasa asing seperti bahasa Inggris," katanya khawatir.
0 komentar:
Posting Komentar