Rabu, 12 Oktober 2011

Kerusakan Alam, Siapa yang Salah?

MENDOBARAT - Kerusakan alam di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) dianggap dipicu oleh masyarakat sendiri.
  Banyak yang dipertanyakan kenapa harus terjadi kerusakan yang nyaris tak terkontrol, seperti yang diutarakan oleh salah satu warga, H Saripudin.
 Dia, yang juga Kepala Desa Air Duren Kecamatan Mendobarat mengatakan, semua kerusakan ini terjadi lantaran masyarakat sudah mulai kehilangan kesadaran terhadap makna pentingnya, kebijakan lokal untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan.
 Padahal sudah sejak ratusan tahun yang silam,  nenek moyang dan para orang tua terdahulu selalu menanamkan kebiasan baik, yakni mengajarkan anak dan cucu mereka untuk menghargai, dan mencintai alam, karena alam adalah bagian dari hidup manusia.
 "Makanya dulu orang tua kita, selalu menanam berbagai aneka jenis pohon sehingga menjadi Kelekak yang katanya ini akan diwariskan bagi kepentingan anak cucu di masa yang akan datang, tapi sayang kini kebiasaan membuat kelekak itu juga sudah mulai luntur, paling hanya satu dua yang masih mau menuruti kebiasaan ini," ulas Saripudin.
 Ironisnya kelekak pun kini sudah banyak yang dirubah menjadi area penambangan, sayang sekali ketika penambangan habis, yang tinggal hanyalah lubang bekas atau kolong, gundukan pasir yang tandus, tanpa disertai dengan sikap peduli untuk menutupnya kembali, kalau sudah buka, susahnya rehabilitasi.
 Kata Kades ini sebagian besar masyarakat Air Duren hidup sebagai petani, dan ini sudah berlangsung hingga turun temurun, sebagai petani masyarakat Air Duren juga sangat paham, bahwa keberadaan kelekak atau pun pohon penghijuan untuk menjaga kelestarian alam termasuk menjaga sumber air, begitu sangat penting,  namun di sisi lain, di Desa Air Duren ini lahan-lahan memang kebanyakan adalah dikuasai oleh pribadi dan tanah desa yang kini  memiliki luas 40 hektar juga sudah dimanfaatkan masyarakat, untuk berkebun nanas yang diselingi juga dengan tanaman karet, sehingga diharapkan nantinya apabila masa nanas telah usai tanaman karet akan menjadi pengganti dan pohon penghijau.
 ”Air Duren memang tidak memiliki lahan hutan secara khusus, namun saya selaku aparat Desa di sini masih bersyukur dan melihat kalau masyarakat di sini masih terbiasa dengan kebiasaan kalau mengambil atau menggali maka harus mengganti atau menanamnya lagi. Mudah-mudahan sampai nanti sikap peremajaan alam kembali ini akan terus ada di Air Duren ini, sehingga anak-cucu pun kelak. Masih dapat merasakan dan menikmati keindahan alam sebagai bagian dari haknya juga," harap H Saripudin. (cr04)


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More