MERAWANG - Kemarin, salah satu tokoh masyarakat Desa Air Anyir Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka H.Muharam yang merupakan sesepuh adat dan juga tokoh agama masyarakat Desa Air Anyir usianya sudah 73 tahun. Seiring dengan makin tingginya usia, penyakit pun semakin mulai menggerogoti tubuhnya yang makin renta di makan usia. Hal inilah yang pada akhirnya membuat ia memilih mundur dan tak lagi ikut terjun secara langsung dalam setiap acara ritual yang harus dilakukan dalam prosesi adat Rabu kasan sejak tahun 2006 lalu.
Ayah dari 13 orang anak ini, namun yang hidup kini tinggal 10 , 32 cucu dan 15 cicit adalah kelahiran Desa Nibung Bangka Tengah, namun sudah ikut ayahnya pindah ke Desa Air Anyir sejak umur 9 tahun. Meskipun sudah mulai uzur, H.Muharam ketika ditemui Radar Sungailiat pada Selasa, (17/1) kemarin di rumahnya yang cukup sederhana, namun tetap menjadi surga baginya. Karena didalam rumah itu masih ada sang istri tercinta yang selalu tetap setia menerimanya yang ia harapkan akan tetap setia hingga ke akhir hayatnya dan ada anak-anak tercinta yang memang tidak tinggal berjauhan dengannya. Bahkan rumah sederhana ini juga saban hari tetap selalu ramai oleh suara cucu dan cicitnya yang datang keluar masuk rumah secara bergantian.
Bila sore hari telah hampir tiba di dalam bilik rumah yang setengahnya masih berdinding papan ini, juga makin akan terdengar sayup-sayup dengan adanya anak-anak yang belajar mengaji kepadanya. H.Muharam dengan tetap sabar mengajar anak-anak mengaji meskipun dengan kondisinya yang sudah lama terserang asma, tingkah anak-anak yang beranekaragam adalah Asam garam yang sudah lazim ia temui di separuh waktu hidupnya, hal ini kemudian seakan menjadi wajar jika ia begitu lembut, penyayang, telaten dan sabar melandeni anak-anak.
Kedatangan Wartawan ini pun, disambut dengan hangat dan ramah oleh H.Muharam dan keluarganya, hingga akhirnya setelah menyampaikan maksud dan tujuan, H.Muharam pun mengatakan menyanggupi untuk berbagi kepada Radsul. Meskipun hanya secarik cerita panjang sejarah adat Rebokasan di Desa Air Anyir, dengan duduk dikursi plastik yang ada di rumah keluarga besar itu, kami pun duduk dengan manis dan saling berhadap-hadapan. Dari sinilah H.Muharam mulai bercerita.
Menurutnya, Air Annyir ini dulunya tidak seperti sekarang melainkan hanyalah merupakan wilayah perkebunan penduduk seperti karet dan sahang, sehingga setiap Jumat masyarakat ini akan pulang kampung yakni di Desa Baturusa yang sekarang ini, namun seiring berjalannya waktu dan pertumbuhan manusia juga semakin banyak, hingga akhirnya masyarakat sudah memilih menetap dan inilah yang lama kelamaan semakin ramai dan menjadi Kampung. Desa Air Anyir ini memiliki dua dusun yakni Dusun Temberan dan Dusun Mudel yang sampai sekarang masih menginduk pada satu Desa yakni Desa Air Anyir
"Pelaksanaan Pesta Adat Rabu Kasan ini tak dilaksanakan seperti sekarang ini, Rabu kasan bagi Warga masyarakat Desa Air Anyir adalah merupakan sebuah ritual upacara sakral yang benar-benar harus dilaksanakan dengan secara telaten benar dan hikmat. Pelaksanaan upacara adat Rebo kasan selalu dilakukan di tepi Pantai, karena dulu Kampung Air Anyir ini tak memiliki Mesjid seperti sekarang ini," ceritanya.
Setiap kali menjelang pelaksana Upacara Adat Rabu Kasan yang konon akan dilaksanakan setiap pada hari Rabu terakhir di bulan Safar atau tepatnya pada tanggal 23 bulan Syafar. Masyarakat percaya bahwa bulan Safar adalah merupakan bulan yang akan selalu mengingatkan kepada cerita masa lalu, dimana pada bulan dan tanggal inilah dua orang cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW, yakni Husin dan Hasan, harus mengalami getir dan kejamnya bangsa kaum kafir waktu itu. Dimana Husin meninggal karena sengaja di racuni melalu makanannya sedangkan Hasan meninggal setelah kepalanya putus karena ditebas dengan pedang secara sadis oleh kaum kafir waktu itu dan konon kepalanya pun dibuang kelaut. Wallahualam, cerita kematian Hasan sebagai cucu kesayangan baginda Rasullulah Muhammad SAW inilah yang dibunuh secara sadis inilah yang lantaran konon dijadikan contoh dan tauladan oleh masyarakat setempat dengan harapan, agar peristiwa seperti ini jangan pernah lagi muncul atau terjadi menimpa masyarakat Air Annyir khususnya serta dilindungi dari segala marabahaya. Konon pada hari Rabu tanggal 27 Syafar inilah dimana Allah akan menurunkan sebanyak 3200 macam balak ke muka bumi, oleh karena itu diharapkan kepada seluruh penduduk untuk tidak melakukan atau terlalu banyak melakukan aktivitas diluar rumah apalagi sampai berbuat riya, tapi pada hari ini masyarakat disarankan untuk semakin banyak mengingat kebesaran tuhan dengan memajatkan doa serta zikir sebanyak-banyaknya. Dengan Zikir disertai doa dan atas seizin Allah SWT itulah diharapkan kampung akan menjadi berkah dan terhindar dari segala marabahaya atau balak.
Kebiasaan bagi orang tua zaman dulu di Air Anyir dalam acara Adat Rabu kasan ini juga dilengkapi dengan adanya Dufa (sesajen) yang biasanya di tempatkan di depan pintu rumah masing-masing. Namun seiring makin bertambahnya pengetahun agama masyarakat hingga akhirnya sampai sekarang penggunaan Dufa tak lagi digunakan dalam adat Rabukasan karena dinilai mengandung unsure syirik, padahal dalam Rabu kasan sendiri ada perintah untuk dijadikan sebagai momentum banyak berdoa dan berzikir kepada Allah. Setelah melakukan ritual berupa sesajen tadi, perwakilan keluarga biasanya akan membawa sejumlah ketupat bala yang terbuat dari daun kelapa dan tidak ada isinya (konon sengaja tidak ada isi karena di dalamnya ada banyak balak) serta memboyong sanak keluarga kelaut atau kepantai beramai-ramai dengan jalan kaki, dan sesampai di pantai sesepuh adat akan mengumandangkan Azan dengan menghadap kelaut yang konon ceritanya adalah langkah doa dan panggilan yang hendak disampaikan kepada yang Maha Kuasa agar melindungi seluruh rakyat Air Anyir dari marabahaya khususnya dari pengaruh dan ulah perbuatan para mahkluk setan dan jin yang menjadi penghuni laut Air Anyir atau yang oleh masyarakat kerap disebut dengan Nek Akek (hantu penunggu pantai). Setelah itu acara akan dilanjutkan dengan pencelupan secarik kertas yang berisi doa-doa penolak balak dan mohon pertolongan yang Maha Kuasa yang telah ditulis dengan menggunakan tinta yang diambil dari mekah atau yang biasa disebut Dawet mekah , kertas yang berisi doa inilah yang kemudian di celupkan kedalam kendi atau gentong yang berisi campuran air zam-zam dan air Sumur atau perigi masyarakat. Konon air Wafak ini memiliki khasiat bagi siapa saja yang meminumnya atau pun mencuci wajahnya dengan air ini maka dengan doa dan restu Allah ia akan selamat dari segala macam balak dan hidupnya akan aman dan damai, setelah Air Wafak acara dilanjutkan dengan doa serta zikir memuji keberasaran Yang Maha Kuasa dan sekaligus sebagai ungkapan rasa Syukur atas segala rahmat dan karunia Allah berupa rezeki dari Sumber daya alam yang melimpah di Desa Air Annyir dan dijadikan ladang penghidupan ekonomi seperti timah dan emas serta hasil kebun lainnya , dan yang terakhir adalah masyarakat akan menarik ketupat balak yang mereka bawa satu persatu ( satu ketupat ditarik dua orang) sambil menghadap kelaut dan ketupat yang sudah ditarik tadi akan dihanyutkan ketengah laut, dengan harapan seluruh balak yang mengancam akan hanyut bersama dibawa air kelaut lepas. Setelah semua prosesi adat ini selesai dilakukan maka masyarakat tempo dulu akan menghabiskan waktu mereka bersantai bersama keluarga dan kerabat mereka di pantai dengan cara yang sederhana , meski tanpa embel-embel panggung hiburan apalagi artis ibukota, tempo dulu salah satu snack alias makanan ringan yang kudu ada adalah berupa bertih beras atau yang kini biasa disebut Pop Corn, namun bukan dari jagung melainkan terbuat dari beras, dan masyarakat tempo doelo akan mensajikannya kedalam sebuah tampah atau nampan atau dulang yang terbjuat dari anyaman bamboo.
Masih mendengarkan cerita H.Muharam, dimana menurut dia, sebenarnya tak ada perbedaan yang mencolok dalam pelaksanaan adat Ritual Rebokasan zaman dulu dengan yang sekarang ini, namun yang pasti kini masyarakat semakin pintar dan mengerti serta bisa membedakan mana yang boleh, dan mana yang sirik dan tidak boleh dilakukan, kalaupun dulu dilaksanakan di pantai tapi sekarang dilaksanakan di Mesjid, namun cirri khas adat rebokasan berupa Ketupat Tolak Bala, meski ada yang ditarik di mesjid namun satu dan tetap kulit ketupat tersebut akan tetap dibawa kelaut dan dihanyutkan.
Sebagai sesepuh dan tokoh masyarakat Desa Air Anyir, H.Muharam mengatakan kelurahan adat, etika, sopan santun dan adap ketimuran dan selaku orang Islam yang mengaku bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka semuanya harus tetap dipertahankan dan tentu saja keimanan dan ketaqwaanlah yang musti harus disuburkan, mengingat hidup di bumi ini hanyalah sebuah panggung ujian untuk menyelesksi manusia apakah dia taat atau justeru ingkar, dan perjanjian Allah akan membalas setiap perbuatan baik dan buruk dengan Surga atau neraka. Semua itu tergantung pilihan manusia. Terbiasalah untuk selalu juga hidup dalam kesederhaan dan jangan berlebihan. Hal inilah yang seharusnya selalu ditanamkan oleh para orang tua kepada anak-anak sejak mereka kecil dan kelak dewasa di harapkan mereka juga akan meniru serta menjadikan kebaikan yang telah ditanam sebagai pedoman hidup. Karena 3 amal yang tidak akan pernah putus pahalanya adalah amal jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh. Sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian kecuali bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, yang saling meratapi dalam kesabaran dan saling mengingatkan dalam kebenaran. Pesan H.Muharam untuk seluruh umat Muslim di Air Annyir, dan di Bangka Belitung serta Indonesia seluruhnya, pesan ini menurut H.Muharam adalah sebagai ungkapan betapa meski kini sudah nyaris sudah tak berdaya dan sekekar dulu, tapi inilah cara saya mencintai umat musilm sebagain bagian dari lengkap sempurnanya iman selaku orang yang mengaku umat Muhammad dan tiada Ilalh kecuali Allah Azawajala. (lya)
0 komentar:
Posting Komentar